PERKEMBANGAN BATIK DI INDONESIA
Pengertian Batik
Batik pada hakekatnya
merupakan karya seni yang banyak memanfaatkan unsur menggambar ornamen pada
kain dengan proses tutup celup. Seni lukis batik atau menyungging pada kain
dengan melampaui proses tutup celup menggunakan malam sebagai penutup dan celup
menggunakan pewarna cair. Batik dalam konsep Kejawen lebih banyak berisikan
konsepsi-konsepsi spiritual yang terwujud dalam bentuk makna-makna simbolik.
Seperti bentuk motif Gurdha pada batik klasik,
pada awalnya adalah bentuk burung Garuda ( yang menjadi lambang negara
Indonesia ), merupakan lambang kendaraan menuju Nirwana, dan menjadi kendaraan
para Dewa. Sehingga pada jaman dahulu, batik motif Garuda ini hanya boleh
digunakan oleh para priyagung keraton atau kerajaan, Seni lukis batik adalah
seni lukis yang menggunakan media batik untuk mengungkapkan ekspresi
penciptanya.
Dari segi teknik, batik di Indonesia mengalami
pasang surut cara, metode serta bahannya. Sebagai contoh, batik klasik
menggunakan teknik isen yang sangat rumit, sedangkan batik tradisional lebih
banyak menggunakan motif-motif serta warna yang khas untuk setiap daerah. Pada
masa penjajahan atau awal Kemerdekaan muncul batik becak yang teknik dan
pembuatannya sangat sederhana.
Konsepsi dan ide penciptaan juga mengalami aneka
perkembangan. Bermula dari konsepsi ritual magis, misalnya parang rusak, parang
barong, parang kusuma yang hanya digunakan kalangan ningrat priyagung menurun
sampai batik kawung dan sebagainya yang dipergunakan oleh para abdi dalem
keraton atau untuk upacara perkawinan. Dilihat dari segi konsepsi dan ide,
batik klasik lebih terkonsep daripada batik-batik modern. Karena batik modern
lebih menampilkan konsepsi ekspresi, utilitas dan kekalayakan dalam produksi.
Asal mula Batik
Banyak sekali
kesimpang-siuran dalam menentukan asal
mula batik di Jawa. Sebagian pendapat ada yang mengatakan batik berasal dari
daratan India, tetapi kenyataannya teknik batik tutup celup di Jawa sangat
berbeda dengan di India. Walaupun sama-sama memakai kuas atau jegul, namun dari
segi penutupan berbeda sekali. Di Jawa menggunakan bahan lilin atau wax untuk
menutup dan ramuan dedaunan seperti nila, soga untuk pewarnaannya. Dan
pewarnaannya menggunakan teknik celupan atau rendaman.
Sedangkan di India menggunakan teknik tutup dengan jenangan
kanji atau beras ketan, dan bahan kanji akan luntur bila direndam berhari-hari
atau berjam-jam, teknik ini sangat berbeda dengan yang di Jawa.Sebagian ahli banyak
yang berpendapat bahwa batik berasal dari daratan Cina. Karena teknik tutup
celup juga digunakan di Cina. Di Cina hanya menggunakan warana biru dan putih
saja. Namun alat dan teknik yang digunakan di Cina sama dengan yang digunakan
di India, menggunakan jenangan ketan dan coletan pewarnaan tidak sama dengan
yang di Jawa.Namun demikian pada kenyataannya perkembangan Batik di Indonesia
banyak dipengaruhi dari daratan India dan Cina.
Pengaruh Agama Hindu Pada Batik
Pengaruh Hindu tampak
pada motif kawung yang digunakan patung-patung Hindu, walaupun bila diterawang
motif kawung lebih dahulu dipergunakan pada sinjangan sebelum dipahatkan pada
patung-patung tersebut. Jika dilihat dari pewarnaan, warna batik klasik yang
terdiri dari tiga warna ( coklat identik dengan merah, biru identik dengan
warna hitam, dan kuning atau coklat muda identik dengan warna putih ) ketiga
warna ini mempunyai alegori sesuai dengan konsepsi dewa Hindu, yaitu Trimurti.
Coklat atau merah lambang Dewa Brahmana, atau lambang keberanian, Biru atau
hitam lambang Dewa Wisnu atau lambang ketenangan, Kuning atau Putih lambang
Dewa Syiwa. Kaum Brahmana menggunakan sandang berwarna putih, sedangkan kaum
Ksatria dan Bangsawan menggunakan sinjangan yang bermotif dan rakyat jelata
atau kaum Sudra hanya diperkenankan menggunakan warna hitam. Warna hitam
menggambarkan kehidupan yang polos dan memberikan kesaksian hidup yang papa.
Sedangkan kain sinjangan yang bermotif dipergunakan oleh kaum Ksatria dan
Weisya adalah lambang dari kehidupan yang mempunyai idealisme yang tinggi, maka
nantinya sinjangan batik yang bermotif ini hanya dipergunakan di kalangan
istana. Walaupun hal ini tidak hanya dipergunakan selama masa kejayaan bangsa
Hindu, namun juga berlangsung pada masa Kerajaan Majapahit, Mataram Kuna,
Kartasura maupun Surakarta, Mataram Baru atau Ngayogyakarta.
Pengaruh Agama Islam Pada Batik
batik Pekalongan sumber gammbar :fototerbaru.org
Sengaja atau tidak
sengaja ternyata agama mempunyai pola tata laku atau kebudayaan sendiri, untuk
melakukan ciri khas hasil seninya. Pada masa Hindu konsepsi spiritual magis
diatur oleh kaidah moral kesusilaaan sesuai dengan ajarannya. Hidupnya seni
bergelimang dalam garis-garis ritual sebagai sesuatu persembahan kepada Dewa.
Munculnya seni tak akan terpisah dengan sistem keagamaan dan agama memberikan
pola-pola tertentu mewujudkan bentuk seninya.
Dalam agama Islam terbesit
larangan membuat gambar dan patung, seperti yang dikatakan dalam Hadis Buchori
“Sesungguhnya orang yang mendapat siksa oleh Allah adalah orang-orang yang
membuat gambar” Larangan ini ditujukan pada karya seni yang bermotifkan mahluk
hidup, dengan harapan agar tidak ternjadi persekutuan terhadap Allah. Munculnya
Islam memberikan kematangan penciptaan bentuk-bentuk ornamentis yang menjadi
kaidah dalam penciptaan batik dan seni batik. Motif parang diubah dengan
kombinasi bernagai bentuk lar serta pewarnaan yang modern menjadikan batik
sinjangan tetap lestari.
Perkembangan daerah
Lasem, Bayat, Pekalongan, Wonogiri dan yang lainnya bermuara pada seni batik
yang dimasak oleh Islam. Gaya ornamentis pohon beringin, rumah, motif manusia
gunungan mahameru ditebarkan sedemikian rupa pada sinjangan yang bergaya
ornamentis jadilah motif semen. Namun tidak meninggalkan pola lama yang
bersifat keburbakalaan seperti kawung, hiasan permadani digubah menjadi motif
truntum seperti sekarang ini.
Islam memberikan gaya ungkapan ekspresif yang
berbeda dengan pola sebelumnya, bentuk-bentuk ornamentis tersebut justru
memberikan kesempatan hidup seni ornamen pada ukir kayu, ukir logam, dan batik.
Kraton Sebagai Pusat Pelestarian dan Peningkatan
Masa Keemasan
batik Solo sumber gambar:fototerbaru.com
Seni Kraton atau seni
gedongan tak lepas pembicaraannya dengan seni Hindu dan seni Islam, sebab
keduanya terasa masih hidup dalam tembok istana. Pranataraja yang membagi
masyarakat dalam gradasi sosial, juga memberi potentensi dalam kelestarian seni
batik. Sehingga timbul seni untuk raja, seni untuk priyagung, seni untuk rakyat
kawula alit, serta mengidentifikasi kesenian lain sebagai kesenian monco,
sampai sekarang.
Dalam konsepsi
sosiolagi Jawa, pranata kerajaan mendirikan kerangka tata laku masyarakat.
Kraton sebagai pusat kotaraja merupakan muara dari pencipta seni sebagai bentuk
kesenian tradisional, serat mayarakat ndeso sebagai penikmatnya. Munculnya
pola-pola atau motif batik tradisional berpusat dari dalam tembok kerajaan, merupakan
usaha untuk menarik suatu karya dianggap sebagai “top of moment esthetic” yang
nantinya diangkat atau diklaim sebagai milik keagunan raja. Namun dampak
negatifnya setelah batik masuk kalangan istana orang lain tidak diperkenankan
mempergunakannya.
Kekuasaan raja serta
pola laku masyarakat dipakai sebagai landasan penciptaan batik, sehingga timbul
adanya konsepsi adanya batik klasik dan batik tradisional. Dalam hal ini ukuran
klasik adalah preogatif raja mengklaim karya seni tradisional masyarakat Kotaraja
menjadi batik klasik.
Konsep klasik menurut
masyarakat Jawa adalah penetapan karya seni yang baik, sesuai dengan kaidah
atau moral kerajaan. Kemudian diundangkannya kepada rakyat sebagai klarifikasi
penggunaan karya seni. Batik sebagai barang produksi dan barang seni, mempunyai
kedudukan dan sebutan seperti halnya seni klasik yang lain. Sebagai contoh :
motif parang baron dipergunakan sebagai sinjangan seorang raja, dan sudah
menjadi ketetapanyang sah dan tak dapat dilanggar masyarakat dalam hal pemakainya.
Peranan pelestarian batik oleh kerajaan dengan cara memberikan sugesti yang
tinggi terhadap pemakai sinjangan batik, penganugerahan sinjangan batik kepada
punggawa terkemuka sebagai tanda derajat kepadanya. Seperti Raden Widjaja
menganugerahkan sinjangan batik “Lancingan Gringsing” kepada Senopati Agung
yang telah berperang mati-matian. Dan hal itu masih berlangsung sampai
sekarang.
Pengaruh Bangsa Lain Dalam Perkembangan Batik
Peranan bangsa asing
terhadap perkembangan batik di Jawa, usaha itu bisa dilakukan secara kelompok
maupun perorangan, baik sebagai kolektor maupun sebagai pedagang, telah
dilakukan oleh orang-orang Belanda dan Portugal. Seorang pengusaha batik
berkebangsaan Jerman yang bernama Gothlieb, akhirnya mengembangkan batik
berdasarkan tingkat pembuatannya, diantaranya disebutkan :
(1) Batik tulis
(2) Batik cap yang diterusi dengan tulis.
(3) Batik cap, seluruh pengerjaan penutupan dengan
cap.
Batik Sebagai Media Ekspresi
Menurut etimologi,
Batik merupakan rangkaian kata ‘mbat‘ dan ‘tik’, ‘mbat’ dalam bahasa Jawa
diartikan ‘ngembat’ atau melempar berkali-kali, sedangkan ‘tik’ berasal dari
kata titik. Jadi membatik berarti melempar titik berkali-kali pada kain.
Sehingga lama-lama titik-titik itu berhimpitan membentuk garis dan motif.
Dengan menggunakan canting dan malam sebagai bahannya.Batik disebut sebagai
karya tulis, karena teknik membatik dengan menggunakan alat canting yang dapat
mengeluarkan cairan berupa malam dan dikerjakan seperti layaknya orang menulis,
dalam bahasa krama inggil kata ‘nyerat’ diterjemahkan sebagai tulis atau
menulis dan lukis atau melukis. Seni membatik adalah seni melukis, seorang
pembatik mempunyai kemampuan melukiskan ornamen-ornamen (motif). Membatik
diidentikan dengan melukis ini berlaku untuk batik tulis.
Demikian sejarah Perkembangan Batik di Indonesia
,khususnya di Jawa yang dapat penulis rangkai dari beberapa sumber , semoga
bermanfaat bagi para pecinta batik dan pecinta seni pada umumnya, dalam rangka
ikut melestarikan budaya bangsa yang semakin tersisih dengan budaya asing yang
semakin deras menggerus peradaban bangsa Indonesia.
Penjelasan beberapa istilah :
sinjangan = jarik = kain yang biasa digunakan wanita
Jawa .
utilitas = kegunaan praktis
priyagung = anggota keluarga keratin
Sumber : (http://blogbatikmuda.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar